Monday, July 27, 2009

Inilah Dunia Islam Kita


(Untuk kita renungkan bersama...)

Kalimat Ust. Anis Matta dalam bukunya Arsitek Peradaban :

“Inilah Dunia Islam Kita : Pembersihan Etnis di Bosnia – Herzegovina, penindasan di Tajikistan dan seluruh Asia Tengah, pengusiran di Rohingya, kelaparan di Somalia. Anak-anak Palestina yang terpaksa mengambil peran Orang Tua mereka dalam menghadapi Agresor Yahudi, penindasan rakyat muslim Philipina yang tak kunjung selesai, dan Afghanistan yang harus memulai dari nol setelah Soviet memporak-porandakannya. Negara-negara teluk tak pernah dingin, scenario musuh-musuh Islam memecah belah mereka atas nama perbatatasan territorial, dan Mesir kini mencari gara-gara dengan tetangganya, Sudan atas nama perbatasan”.

“Wajah dunia Islam kita adalah lukisan sebuah bangsa yang selamanya sendu, kelam, kekanakan, dan serba amburadul. Darah dan air mata seakan tumpah di tanah kita tiada henti. Hanya satu hakikat yang membuat kita hingga kini masih tetap yakin. Luka ini, suatu saat pasti akan sembuh. Hakikat itu Sunnatullah. Ia menentukan sesuatu selalu ada batasnya. Kebesaran, dalam sejarah, selalu harus dibayar dengan harga mahal. Sebab, pohon kebesaran suatu umat hanya dapat tumbuh di taman sejarah yang disirami air mata kesedihan dan darah pengorbanan”.

“Musibah datang silih berganti. Ini merupakan Sunnatullah. Ia membuka mata hati pada sebuah kenyataan yang mahajelas : yaitu, jatidiri keislaman kita. Penemuan jatidiri ini sebagai titik awal yang menandai kelahiran suatu umat. Harus ada tangis. Harus ada luka. Harus ada kematian. Sebab kisah kelahiran sebuah umat bermula dari tangis kelahiran, setelah lepas dari rahim kesedihan”.
“Itulah yang terjadi sepanjang sejarah bangsa. Kini, islam terbentang dari Ghana sampai Farghana, hasil darah dan air mata sahabat-sahabat Rasulullah saw., para tabi’in, dan para pengikutnya. Hidup ini hanya dua alternatif : menyerah pada keyakinan, atau maju menentang badai . memilih alternatif pertama berarti kematian. Memilih alternatif kedua berarti ada dua kemungkinan; menang dan memimpin dunia, atau syahid dan bahagia di haribaan Allah Ta’ala”.

Ya, begitulah Dunia Islam kita, disaat Yahudi ingin mendirikan ‘night club’ disamping Masjid Al-Aqsho, disaat ratusan kaum muslimin di China dibantai, kita hanya bisa tinggal diam tak berdaya, menghantarkan do’a untuk merekapun mungkin terlupa dalam setiap munajat kita, bahkan mengingat mereka dalam ‘rabithah’ pagi petang kita mungkin juga sudah tidak kita lakukan lagi.

Disaat Amerika sudah menerbangkan Roketnya ke Luar Angkasa, kita hanya bisa membuat sandal jepit. Disaat Jepang sudah merampungkan robotnya, kita masih saja berkutat dalam perakitan sebuah kalkulator. Ketika Google sudah menjadi internet search engine terbesar di dunia, kita baru saja selesai mempelajari Microsoft Word. Mereka tertawa terbahak-bahak melihat ketidakberdayaan kita dalam segala hal (meskipun kita menang dalam hal keislaman), namun begitukah Islam mendidik pengikutnya??. Sekali-kali tidak!. Islam yang merupakan agama Hyperpower ini tidak pernah mengajarkan seperti itu.

Namun mengapa ini bisa terjadi? Mengapa saat ini Islam tidak kunjung menunjukkan kekuatannya?

Saudaraku, jawabannya ada pada diri kita, sungguh..!! ada dalam diri kita!!.

Sekarang, Tanya pada diri kita, sudahkah kita mencintai ilmu pengetahuan seperti para sahabat mencintai ilmu pengetahuan? Sudahkah kita mencinta ilmu pengetahuan hingga ada ulama yang ‘tidak menikah’ hanya karena sibuk menuntut ilmu? Mungkin kita bisa mencontoh seorang anak kecil (pada zaman Rasulullah, ana lupa namanya) yang setiap bertemu sahabat ia menanyakan ‘adakah Al-qur’an turun hari ini? Jika ada, Ajarkan padaku!.

Sudahkah kita memanfaatkan waktu kita dalam hal-hal yang bermanfaat?. Mungkin perkataan Imam Hasan Al-Banna bisa menjadi motivasi diri kita ‘Kewajiban itu lebih banyak dari waktu yang anda miliki. Jangan sia-siakan waktu anda untuk persoalan yang tidak berguna’.

Saudaraku, jangan pernah mengharapkan kemenangan jika kita (sebagai kader dakwah) masih saja keras hati dalam hal kecil di atas. Karena Allah memberikan kemenangan atas Rasulullah dan para sahabatnya ketika mereka sudah siap atas amanah kemenangan itu, saat mereka sudah kompeten dalam segala hal.

Inilah dunia Islam kita : “Disaat kita sibuk mengalihkan dzikrullah kita, waktu produktif kita, amal-amal kita, fikiran-fikiran kita, kata-kata kita, ke dalam hal sia-sia yang menjauhkan kita dari jalur-jalur keislaman, jalur-jalur yang ditempuh oleh Rasulullah serta para Sahabatnya. Dan merekapun (Iblis beserta Pion-pionnya), tertawa bahagia, tersenyum sukses dan berpesta pora merayakan kemenangan mereka atas pengalihan jalur-jalur itu”.


Ini kembali menjadi nasihat bagi diriku, serta mengingatkan kembali ikhwa wa akhwati fillah hal yang mungkin terlupa dalam setiap aktivitasnya.

Saudaraku, jadilah kita pembeda antara Islam yang dianut oleh masyarakat awam, dengan Islam yang kita pahami sebagai agama universal, dengan cara mengaplikasikannya dalam setiap aktivitas kita. Jika hal itu tidak kita lakukan, apa bedanya kita dengan mereka (yang tidak faham)??

Wallahu ‘alam bishshawab.

Wassalaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh…



No comments:

Post a Comment