Saturday, February 14, 2009

Yuk, Kita Khitbah!!


Duh, judulnya kok provokatif banget ya Hmm nggak juga kok Lagian kenapa musti ditutup-tutupi, iya nggak? Masak kita kalah sama yang aktivis pacaran. Mereka sampe nekat over acting di depan banyak orang. Nggak tanggung-tanggung, mereka cuek aja bermesraan. Nggak peduli lagi dengan orang di sekitarnya. Bahkan mungkin ada rasa puas udah bisa ngasih hiburan ke orang lain. Hih, dasar!

Lihat aja di angkot, di pasar, apalagi di mal, ada aja pasangan ilegal ini yang nekat melakukan adegan yang bisa bikin orang yang ngeliat merasa muak dan sebel. Aksi nekat dan berani malu memang. Hubungan gelap dan liar!

Pacaran dikatakan hubungan gelap? Ya, sebab, ikatan antara laki-laki dan wanita yang sah dalam pandangan Islam adalah dengan khitbah dan nikah. Nggak ada selain itu. Dengan demikian yang boleh dibilang sebagai hubungan yang terang itu adalah khitbah dan nikah itu. Namun demikian, jangan dianggap bahwa khitbah sama dengan pacaran islami, lho. Itu salah besar sodara-sodara.

Sobat muda muslim, khitbah dalam bahasa Indonesia artinya meminang. Udah pernah kenal istilah ini? Jangan sampe kuper ya? Apalagi selama ini, kayaknya banyak juga dari kita yang nggak kenal istilah-istilah islami. Yang kita hapal betul dan udah terformat dalam otak dan pikiran kita adalah istilah dan aturan main yang bukan berasal dari Islam. Jadinya ya pantes aja nggak ngeh, bahkan mungkin nggak kenal sama sekali. Memprihatinkan memang.
Anehnya, kita lebih kenal dan paham istilah pacaran. Akibatnya, sebagian besar dari kita mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Maklum, perbuatan itu kan selalu berbanding lurus dengan pemahaman. Itu mutlak lho, nggak bisa ditawar-tawar lagi.

Ujungnya, ada juga yang kemudian menganggap bahwa pacaran adalah semacam aktivitas wajib bagi orang dewasa, ketika ingin memilih or mencari pasangan hidup. Itu sebabnya, jangan heran pula kalo ada ortu yang begitu resah dan gelisah ketika menyaksikan anak gadisnya masih menyendiri. Pikirannya selalu yang serem-serem. Ujungnya, untuk mengusir perasaan itu, nggak sedikit ortu yang tega ngomporin anaknya supaya nyari pasangan. Dalam beberapa kasus malah lebih mengerikan, ada ortu yang ngasih pernyataan, bahwa siapa pun deh pacar anak gadisnya yang penting laki-laki. Wacksss Nah lho, apa nggak salah tuh? Tentu salah dong dalam pandangan Islam. Kok nggak disuruh nikah? Kok malah dibiarin pacaran dulu? Waduh. Bahaya Mas! Dan, tentunya ada juga di antara mereka yang menjalani aktivitas itu karena memang nggak tahu hukumnya, alias kagak nyaho, jadinya ya kayak begini ini.

Apa yang kudu dilakukan sebelum khitbah?

Thursday, February 12, 2009

Jangan Putus Asa : TIGA LANGKAH LAGI!!

Oleh Rahmat*

Kata menyesal sering terjadi disaat kita telah mengambil keputusan yang salah karena kita sudah putus asa. Bahkan akibat dari putus asa ini dapat menimbulkan kerugian materi. Seperti kisah seorang penambang emas berikut ini.

Ada seorang pria yang memiliki mata pencaharian sebagai penambang emas. Awalnya pria tersebut hanya mencari emas di tempat umum yang biasa orang mencari emas di sana, namun hasilnya kurang menggembirakan. Kemudian ditemukan sebidang tanah yang diperkirakan banyak mengandung emasnya. Setelah melalui berbagai pertimbangan akhirnya pria tersebut memutuskan menjual rumah dan harta bendanya. Hasil dari penjualan tersebut dibelikan tanah yang diperkirakan banyak mengandung emas tadi.

Sunday, February 8, 2009

TIPS BELAJAR : MINAT BACA

Oleh: Andrias Harefa*

Amir Effendi Siregar dalam sebuah tulisan di majalah Warta E-konomi yang dipimpinnya, pernah menjelaskan bahwa ada 4 tingkat dalam komunikasi, yakni: pertama, tingkat intrapersonal; kedua, tingkat interpersonal; ketiga, tingkat group; dan keempat, mass communication. Dan kalau pendapat Siregar ini mau lebih disederhanakan, saya kira komunikasi dapat dibedakan dalam dua kategori saja, yakni: internal communication yang sama dengan intrapersonal communication, dan external communication yang mencakup interpersonal-group-mass communication.

Dalam hal ini buku, surat kabar, dan majalah-tabloid dipahami sebagai soal komunikasi massa, tingkat keempat atau kategori kedua yang saya sebut di atas. Sama halnya dengan soal mendengarkan radio, menonton televisi, dan berkomunikasi lewat internet atau pun dengan menggunakan alat komunikasi multimedia yang lebih canggih (baca: rumit). Dalam hal ini salah satu pertanyaan yang sering muncul beberapa tahun terakhir ini adalah mengapa buku, surat kabar, dan majalah-tabloid yang sempat membanjiri pasar di era serba bebas paska Orde Baru sangat banyak yang tidak laku dijual sehingga penerbit dan perusahaannya bangkrut?

Friday, February 6, 2009

Harapan untuk Negeri ini Masih Ada!!

Oleh Rahmat*

Hampir setiap hari kita menonton berita korupsi di TV. Selain itu hampir disetiap urusan kita juga akan berhadapan dengan orang-orang yang terlibat dengan korupsi. Seakan-akan korupsi sudah merajalela, korupsi sudah tidak bisa kita hindari, dan seolah-oleh negeri ini sudah menjadi sarang korupsi.

Jika diberi kesempatan, komentar-komentar pedas dan bahkan skeptis sering muncul dari masyarakat baik melalui SMS yang ditujukan ke layar kaca, email, dan demo. Komentar-komentar ini menggambarkan sikap masyarakat terhadap korupsi ini. Bagaimana kebencian mereka terhadap berbagai kecurangan yang merugikan mereka. Namun, apakah komentar skeptis itu akan menyelesaikan masalah?

Monday, February 2, 2009

TIPS BELAJAR: MEMBACA CEPAT (1)

Oleh: Andrias Harefa*

Dari publikasi harian
KOMPAS di tahun 80-an, saya pernah mencatat bahwa ada beberapa lembaga di Indonesia yang menyelenggarakan kursus membaca cepat (speed reading). Di antaranya ialah Institut Manajemen Prasetya Mulya (1984, sekarang pun masih), Aksara Dinamika (1984-1985), dan Data Search Indonesia (1987, sekaang tidak lagi). Dan setelah tahun 90-an, saya melihat bahwa speed reading merupakan salah satu mata pelatihan yang juga ditawarkan oleh Lembaga Manajemen PPM.

Membaca cepat diperlukan bagi mereka yang ingin terus meluangkan waktu yang relatif sempit untuk membaca. Mereka ini adalah orang-orang yang relatif sibuk karena memikul tugas dan tanggung jawab besar. Para eksekutif puncak, baik di lembaga-lembaga kenegaraan maupun bisnis, adalah contohnya. Kebutuhan mereka akan informasi dan pengetahuan relatif tinggi, sementar aktivitas keseharian mereka sangat padat sehingga waktu membaca sangat sedikit, itupun kalau mereka ingin tetap melakukannya. Pendek kata keterampilan membaca cepat diperlukan terutama bagi orang sibuk yang masih mau membaca. Tidak harus eksekutif puncak, wartawan, pengacara, dokter, atau pengajar dan ibu rumah tangga yang sibuk pun dapat memanfaatkannya.